Diramu oleh: Nasbahry Couto
Dengan
ditemukannya bentuk-bentuk tulisan pada zaman dahulu, maka telah mulai dikenal
juga perpustakaan. Perpustakaan pada mulanya didirikan di biara-biara dan
candi-candi karena sebagian besar tulisan-tulisan itu berisi informasi tentang
agama dan persembahyangan. Di Eropah, ide untuk mendirikan perpustakaan telah
dirintis oleh bangsa Sumeria. Karya orang Sumeria tidak hanya terdiri hal-hal
keagamaan saja, tetapi juga menghasilkan karya sosial, politik, filsafat dan
kesusastraan. Bahan yang mereka gunakan untuk menulis adalah lempengan tanah
liat (clay tablet). Hasil karya bangsa Sumeria ini dikumpulkan dan dilestarikan
pada satu tempat yang kemudian disebut perpustakaan. Pada tahun 668 S.M.
Perpustakaan Borsippa yang didirikan oleh Raja Ashur Banipal dari Asseria
mempunyai koleksi 10.000 tablet yang terbuat dari tanah liat (clay tablet).
Pada zaman Yunani orang sudah mulai mengenal alphabet. Demikianlah perkembangan
perpustakaan sejalan dengan perkembangan tulisan, dan kebutuhan akan informasi.
Dari masa ke masa semakin dirasakan manfaat kehadiran perpustakaan di
tengah-tengah masyarakat. Dalam penyelenggaraan perpustakaanpun mengalami
kemajuan sesuai dengan kemajuan teknologi masa ini.
Perkembangan
perpustakaan di Indonesia
1. Masa
Sebelum Penjajahan Belanda
Sebelum
masa penjajahan Belanda dan bangsa Barat lainnya, di Indonesia telah dikenal
kerajaan-kerajaan besar seperti kerajaan Majapahit di Jawa Tengah, kerajaan
Sriwijaya di Sumatera Selatan. Kekuasaan dan kejayaan negara-negara tersebut
terkenal sampai ke beberapa negara.
Raja-raja
yang memerintah pada masa jayanya kerajaan tersebut mempunyai perhatian yang
cukup besar terhadap kesusastraan dan filsafat serta kebudayaan. Pada masa itu
banyak pujangga-pujangga terkenal dan telah menulis buku. Seperti pada masa
jayanya kerajaan Majapahit pujangga yang terkenal ialah Mpu Prapanca yang telah
menulis sebuah buku yang terkenal yaitu Negara Kertagama, dan Mpu Tantular yang
menulis buku cerita yang sangat terkenal yaitu Arjuna Wijaya dan Sutasoma.
Buku-buku
dan naskah-naskah karangan pujangga kerajaan tersebut disimpan di dalam
perpustakaan-perpustakaan kerajaan. Walaupun pada masa itu
perpustakaan-perpustakaan hanya didirikan di dalam lingkungan kerajaan dan
koleksinya juga hanya boleh dibaa oleh kalangan tertentu saja, namun
perpustakaan telah dikenal dan dipelihara dengan baik. Peninggalan-peninggalan
lama ini sekarang dapat dilihat di Museum Pusat.
2. Masa Penjajahan Belanda
Semasa
penjajahan Belanda, perpustakaan-perpustakaan didirikan di sekolah-sekolah dan
lembaga-lembaga lain. Tetapi koleksi-koleksi perpustakaan yang didirikan
penjajah Belanda ini terbatas dengan koleksi yang akan menguntungkan bangsa
Belanda. Bangsa Belanda mengawasi dengan ketat buku-buku yang akan dijadikan
koleksi perpustakaan. Hal ini disebabkan bangsa Belanda menyadari akan pengaruh
yang sangat besar dari membaca buku.
Buku dapat
mempengaruhi pikiran dan jiwa pembacanya. Buku-buku yang baik dan bermutu akan
memberikan manfaat yang positif bagi yang membacanya. Misalnya buku-buku ilmiah
akan dapat meningkatkan pengetahuan, meluaskan cara berpikirnya dan dapat juga
meningkatkan taraf hidupnya. Sebaliknya buku-buku yang tidak baik, dapat
merusak pembacanya, misalnya buku-buku porno dapat merusak generasi muda
menjadi generasi yang bermental bobrok.
Menyadari
hal ini pemerintah Belanda menghindari koleksi perpustakaannya dengan buku-buku
yang dapat membangkitkan perjuangan dan nasionalisme dikalangan masyarakat
Indonesia, dan ini sangat berbahaya bagi pemerintah Belanda. Koleksi
perpustakaan pada masa ini kebanyakan cerita-cerita dongeng yang membuat rakyat
Indonesia tidak akan teringat untuk bangkit berjuang menuntut kemerdekaannya.
3.
Perpustakaan Masa Kemerdekaan
Pada
masa-masa awal kemerdekaan Indonesia, pembinaan dan pengembangan perpustakaan
belum begitu mendapat perhatian karena pemerintah pada masa itu masih
memusatkan perhatiannya kepada penataan pemerintahan. Setelah pemerintahan
berjalan dengan teratur, maka dirasakan perlunya pendirian perpustakaan sebagai
salah satu sarana dalam usaha mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal ini sesuai
dengan isi Pembukaan UUD ’45 alinea ke 4 : “…untuk mencerdaskan kehidupan
bangsa…”. Usaha yang pertama dilakukan adalah bagaimana cara untuk memberantas
buta huruf pada masyarakat pemerintah menyadari bahwa untuk tercapainya tujuan
di atas, masyarakat perlu membaca. Dalam usaha memupuk kegemaran membaca, maka
pemerintah berusaha menyediakan bahan-bahan bacaan yaitu dengan mendirikan
perpustakaan-perpustakaan.
Pemerintah
mendirikan perpustakaan-perpustakaan rakyat dengan Surat Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan diserahkan kepada Pendidikan Masyarakat. Perpustakaan
Rakyat, yang dinamakan TPR, dikategorikan menjadi tiga tingkatan, yaitu :
a. Perpustakaan Tingkat A, didirikan di
kecamatan dan diperuntukkan untuk masyarakat yang tingkat pendidikannya
rata-rata tingkat Sekolah Dasar.
b.
Perpustakaan rakyat tingkat B, didirikan di Ibukota Kabupaten.
c.
Perpustakaan Rakyat Tingkat C, didirikan di Ibukota Propinsi.
Perpustakaan-perpustakaan
rakyat tersebut sebenarnya adalah perpustakaan umum. Tetapi perpustakaan ini
kurang berhasil seperti yang diharapkan. Sehingga namanya kemudian hilang.
Tetapi ini bukan berarti bahwa perkembangan perpustakaan umum juga berhenti.
Perpustakaan umum terus perkembang walaupun agak lambat. Pemerintahan masih
memperhatikan perkembangan perpustakaan umum Daerah Tingkat II, hal ini
terbukti dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan RI No. 0103/0/1981 tanggal 11 Maret 1981 yang isinya mengenai
ketentuan sistem perpustakaan secara nasional.
Di ibukota
daerah tingkat I dibina dan di kembangkan Perpustakaan Wilayah Departemen
Pendidikan dan kebudayaan. Kebijaksaan pembinaan Perpustakaan Nasional
diserahkan kepada Pusat Pembinaan Perpustakaan Departemen pendidikan dan
kebudayaan Jakarta.
Pembinaan
dan pengembangan Perpustakaan Daerah Tingkat II, Tingkat kecamatan dan tingkat
desa didasarkan kerjasama antara Departemen Pendidikan dan Kebudayaan cq. Pusat
Pembinaan Perpustakaan dengan Departemen dalam negeri. Sedangkan didaerah
Propinsi, Perpustakaan wilayah sebagai unit pelaksana teknis (UPT) dari pusat
pembinaan perpustakaan, berfungsi untuk membantu pembinaan dan pengembangan
segala jenis perpustakaan di daerah.
Perpustakaan
di indonesia terus berkembang berkat dukungan dan perhatian yang cukup besar
dari pemerintah dan juga berkat usaha pihak perpustakaan sendiri yang tidak
pernah berhenti untuk berusaha mencapai tujuannya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar